Pidato Muhammad Hatta, Dalam siaran Radio Republik Indonesia - tanggal
28 Februari 1948
![]() |
cover buku kumpulan pidato Muhammad Hatta |
Pendengar-pendengar
yang terhormat,
Lebih
dari dua setengah tahun yang lalu berakhir Perang Dunia yang Kedua, tetapi
sudahkah dunia hidup dalam suasana perdamaian yang bergitu diinginkan dan
diciptakan?
Jauh
dari pada itu! Masih saja bangsa-bangsa hidup dalam kegelisahan, masih saja
bangsa-bangsa merasa terancam hidupnya, masih saja bangsa-bangsa berjuang untuk
kemerdekaannya.
Perang
dunia yang baru berlalu ini menimbulkan semboyan-semboyan yang diucapkan oleh
pemimpin-pemimpin besar demokrasi, yang memberi harapan untuk keselamatan dunia
dimasa mendatang. Alangkah gembiranya penduduk dunia yang menderita, waktu
mendengar ucapan almarhum Roosevelt
bahwa dunia baru sesudah perang akan tersusun di atas empat kemerdekaan:
1. Kemerdekaan bersuara
2.
Kemerdekaan memeluk
agama
3.
Bebas daripada
ketakutan
4.
Bebas daripada
kesengsaraan hidup.
Kepada
Lembaga Bangsa-bangsa (UNO) yang dibangunkan bahwa ia akan menjamin keempat
macam kemerdekaan itu. Tetapi alngkah kecewanya rakya sedunia, melihat UNO tak
sanggup mengatur perdamaian, malahan tak sanggup mencegah timbulnya peperangan
di Balkan, di Asia Minor, di Tiongkok dan di Indonesia. Jauh daripada
kesanggupan mengatur perdamaian, dalam lingkungan pandangan UNO sendiri
terkumpul peristiwa-peristiwa yang akan menimbulkan Perang Dunia Ketiga, yang
dahsyatnya dan hebatnya belum bisa kita duga. Setiap orang hanya mengira bahwa
Perang Dunia Ketiga akan lebih hebat dan lebih memusnahkan daripada Perang
Dunia Kedua. Setiap orang merasa ngeri memikirkannya.
Jangankan
perasaan bebas dari ketakutan yang ada, malahan sebaliknya setiap bangsa
dihinggapi kembali oleh rasa takut. Jangankan bangsa-bangsa yang menderita yang
menderita sekian lama itu sekarang telah bebas daripada kesengsaraan hidup,
malahan dua setengah tahun sesudahnya perdamaian diadakan, masih saja rakyat
sedunia menderita kesengsaraan. Kurang makanan, kurang pakaian, kurang
perumahan!
Kita
bertanya, akan kemana dunia kita ini? Dan manakah cita-cita perikemanusiaan
yang digembar-gemborkan dahulu, yang katanya akan menjadi sendi dunia baru
sesudah perang dunia kedua?
Dunia
baru hanya bisa aman dan damai, apabila bangsa-bangsa sedunia mempunyai goodwill akan menegakkan perdamaian,
mempunyai kemauan akan mendasarkan perhubungan bangsa di atas rasa
persaudaraan. Dan untuk mencapai persaudaraan bangsa perlulah ada kemerdekaan
bangsa. Karena perhubungan yang kekal hanya dapat dicapai atas kemauan yang
merdeka – bebas daripada paksaan – antara bangsa-bangsa yang sama merdeka.
Perhubungan yang didasarkan pada paksaan tidaklah bakal kekal. Ini ajaran dari
sejarah dunia, suatu ajaran yang tidak boleh di abaikan!
Pun
ekonomi dunia tidak dapat diatur baik, apabila soal kemerdekaan belum
diselesaikan. Selama kemerdekaan menjadi soal –apalagi dijadikan formal
yuridis– segala minat ditunjukkan kepada
perjuangan dan pembelaan, segala tenaga yang bisa dijadikan produktif
dikerahkan ke jurusan yang tidak produktif.
Tengoklah
akibat daripada persengketaan Indonesia dan Belanda, yang sesudah dua setengah
tahun belum juga selesainya. Karena persengketaan ini, maka selama itu Belanda
terpaksa memlihara tentara yang besar dengan perlengkapan yang cukup, sehinggan
biayanya lambat laun tidak terpikul oleh rakyat Belanda. Tekanan belanja tentara
atas budgetnya sangat berat; urusan ekonomi, istimewa pembangunan jadi banyak
terhalang.
Demikian
juga keadaan Republik Indonesia yang dalam dua setengah tahun berdirinya
initerpaksa mempertahankan kemerdekaannya dan karena itu mengerahkan berates
ribu tenaga produktif rakyat ke jurusan yag tidak produktif. Bumi Indonesia,
yang begitu kaya dengan bahan-bahan yang sangat diperlukan oleh dunia, jadi
terhalang produksinya. Pertukaran ekonomi antara Indonesia dengan dunia luar
tidak berjalan dengan semestinya. Dunia rugi karena itu, Indonesia terus
menderita! Dua setengah tahun berlalu waktu yang sangat “oneconomisch”
Tengoklah
akibat daripada perang yang disorongkan Belanda kepada Repulik Indonesia pada
tanggal 21 Juli 1947, yang dapat di stop oleh Dewan Keamanan (UNO),tetapi tidak
dapat diselesaikan dengan adil dan memuaskan. Akibar daripada peperangan ini
ialah memusnahkan dasar-dasar ekonomi dan bangunan-bangunan yang penting.
Banyak sumber-sumber ekonomi yang dibumi hanguskan oleh rakyat Indonesia, banyak
bangunan-bangunan yang rusak. Daerah-daerah yang dahulu banyak menghasilkan
beras, yang sebagian besar jatuh ke bawah lingkungan yang dikuasai Belanda,
sekarang kurang hasilnya karena terganggu oleh suasana perang. Pulau jawa yang
dulu bisa menawarkan kelebihan berasnya kepada Indoa, sekarang menjadi daerah
minus, menderita kekurangan.
Dipukul
rata, aksi militer Belanda ternyata lebih banyak menimbulkan kerugian daripada
keuntungan bagi pihak Belanda sendiri. Dan dengan itu, ekonomi dunia turut mengalami kerugian. Dalam
daerah-daerah Indonesia yang diduduki Belanda senantiasa ada kegelisahanrakyat,
selalu ada konflik psikologi, yang mengurangkan aktivitas dan produktivitas
bekerja dank arena itu membawa kemunduran perekonomian.
Republik
Indonesia dari semula bersedir – malahan berkehendak – supaya persengketaan
politik dengan Belanda diselesaikan dengan jalan damai. Pendirian ini
setegas-tegasnya dinyatakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam manifest
politiknya tanggal 1 Novemeber 1945, yang sampai sekarang ini tetap menjadi
pedoman politik Republik Indonesia. Karena hanya dalam perdamaian kami dapat
membangun negeri kami, juga dengan bantuan tenaga-tenaga asing . kami tak ingin
memiliki harta bangsa asing yang ada dalam negeri kami, kami mau bekerja
bersama-sama. Kami Cuma ingin supaya kemerdekaan kami diakui. Asal kemerdekaan
itu diakui dengan jujur, bangsa Indonesia seluruhnya bersedia bekerja
bersama-sama dengan Belanda.
Langkah
pertama untuk mencapai penyelesaian dengan damai ialah Persetujuan Linggajati yang ditandatangani pada 15 November 1946.
Pokok-pokoknyq
yang terutama ialah:
- . Pemerintah Belanda mengakui Pemerintah Indonesia de facto berkuasa atas Jawa, Sumatra, dan Madura
- . Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bekerja bersama-sama untuk membangunkan Negara Indonesia Serikat yag berdaulat dan demokratis
- . Antara Negara Indonesia Serikat yang berdaulat dan Nederland yang berdaulat diadakan suatu uni dengan Raja Belanda sebagai perikatannya.
- . Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik akan berusaha, supaya Negara Indonesia Serikat dan Uni Belanda – Indonesia sudah berdiri sebelum tanggal 1 Januari 1949.
Tetapi
persetujuan Linggajati ini hanya menjadi persetujuan di atas kertas saja.
Perundingan untuk menyelenggarakannya gagal karena tuntutan-tuntutan Belanda
yang sebaian besar dapat dikabulkan oleh Republik tetapi suatu bagian tetapi
suatu bagian tidak dapat diterima karena menghilangkan kekuasaan de facto Republik, yang telah diakui
Belanda dalam persetujuan Linggajati.
Nyatalah,
yang menjadi pokok dalam pertentangan ini ialah betapa menyesuaikan kedaulatan
Belanda atas Hindia Belanda, yang diakui dunia internasional, dengan pengakuan
Belanda atas kekuasaan de facto Republik
atas Jawa, Sumatra, dan Madura.
Belanda
mengambil tindakan sendiri pada tanggal 21 Juli 1947, dengan mengadakan aksi
militer terhadap Republik. Arbitrage
yang dianjurkan oleh Republik menurut pasal 17 Perjanjian Linggajati, ditolak
oleh Belanda. Maka terjadilah perang yang nyata antara Republik Indonesia dan
Belanda, yang menimbulkan kerugian ekonomi dan keuangan yang tidak sedikit
serta menimbulkan luka dalam hati yang sukar diobati.
Syukurlah,
dengan campurnya Dewan Keamanan (UNO) dalam penyelesaian soal Indonesia –
Belanda timbul harapan kembali, bahwa persengketaan itu dapat diselesaikan
secara damai, sekalipun harapan bangsa Indonesia atas penyelesaian yang adil
belum lagi dipenuhi.
Dengan
perantara Komisi Tiga Negara maka tercapailah persetujuan renville, yang
diterima oleh Republik. Dengam menerimanya itu, Republik melepaskan berbagai
kedudukan strategis di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera yang bisa dijadikan
pangkalan gerilya terus menerus tetapi, sesuai dengan politik Republik
Indonesia sejak semulanya, kami memilih jalan damai, di mana ada jalan damai itu
untuk mencapai cita-cita bangsa.
Kami
menyerahkan daerah-daerah kami yang belum pernah dimasuki Belanda untuk
menghindarkan pemberontak-pemberontak diantara pasukan timbal-balik, karena
kami mau percaya yang jaminan-jaminan dalam persetujuan Renville akan dilakukan
dengan goodwill
Dalam
persetujuan Renville ada dinyatakan, bahwa nasib daerah yang didududki Belanda
akan ditentukan rakyatnya sendiri dengan mengadakan plesbisdiet. Maka, karena adanya jaminan yang demokratis itu, bahwa
dibawah penilikan internasional dari UNO, Republik Indonesia bersedia menerima
persetujuan Renville, yang pada permulaannya banyak merugikan kepada Republik. Dalam
pada itu perlu ditegaskan disini, bahwa dasar-dasar demokrasi dalam daerah
pendudukan, apabila ada kemerdekaan bersuara dan orang bebas daripada
ketakutan.
Dua pasal
dalam program pemerintah Republik sekarang ialah:
1.
Menyelenggarakan persertujuan
Renville dan berunding terus atas dasar-dasar yang telah diperdapat.
2.
Melaksanakan terbentuknya
Negara Indonesia Serikat.
Kedua-dua
pasal ini tidak boleh dipandang sendiri-sendiri, melainkan berhubungan satu
sama lain. Pemerintah sekarang memandang persetujuan Renville sebagai suatu
persetujuan yang telah diterima, dan akan dijalankan dengan penuh goodwill untuk mencapai selekas-lekasnya
pembentukan Negara Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat. Tetapi pembentukan
itu harus berlaku secara adil. Bentuk yang dipaksakan tidak akan kekal, dan
mungkin merusak perhubungan baik antara Indonesia dan Belanda bagi masa
mendatang.
Tujuan
Republik Indonesia sejak semulanya ialah mencapai kemerdekaan bagi seluruh
bangsa Indonesia. Hanya Indonesia yang merdeka dan berdaulat dapat kerja sama
dengan Netherland dalam menyelenggarakan keperluan bersama. Republik Indonesia
menyetujui bentukan Negara Serikat bagi seluruh Indonesia karena bukan bentuk
baginya yang menjadi pokok, melainkan kemerdekaan bangsa. Bentuk boleh dipilih
menurut keinginan rakyat, yang dapat dinyatakan dengan suara merdeka. Pun dengan
menandatangani perjanjian linggajati Republik menyetujui, bahwa bagian-bagian
dari Negara Indonesia Serikat yang akan dating itu terdiri dari pada Republik,
Borneo, dan Negara Indonesia Timur, dengan tidak mengurangkan hak penduduk
sesuatu daerah untuk menyatakan dengan jalan demokrasi, supaya kedudukan dalam
Negara Indonesia Serikat diatur dengan cara lain.
Dalam
pada itu,satu hal harus ditegaskan disini, bahwwa demokrasi harus dilakukan
secara adil, dengan berdasarkan kebenaran! Bertentangan dengan dasar demokrasi,
kebenaran dan keadilan ialah kalau dalam daerah Republik yang diduduki Belanda
sementara, yang menurut pasal 1 persetujuan Linggajati diakui sebagai daerah
Republik dan akan dikembalikan berangsur-angsur kepadanya, diadakan dengan
segala tipu daya Negara-negara sendiri, yang praktis dan faktis bukan Negara sebenarnya.
Segala separatisme yang dipaksakan itu menimbulkan suasana yang tidak sehat,
sedangkan hasilnya untuk kemudian hari, apabila rakyat betul-betul telah
melakukan hak demokrtatisnya, akan berlainan sekali daripada yang dikehendaki.
Kehendak
Pemerintah Republik Indonesia, supaya Negara Indonesia Serikat yang berdaulat
terbentuk dengan selekas-lekasnya, berdasar kepada bukti yang nyata. Kareena,
dengan terbentuknya Negara Indonesia yang merdeka itu, hilanglah sebagian besar
kegelisahan nasional, hilanglah pertentangan psikologi yang merajalela
sekarangyang mematah aktivitas ekonomi. Ditinjau dari jurusan ekonomi,
Indonesia adalah satu. Maka dengan bersatunya Indonesia kembali dalam Negara
Indonesia Serikat yang merdeka, maka segala tenaga ekonomi dapat dipusatkan
kepada pembangunan Negara, yang niscaya menguntungkan kepada ekonomi dunia pada
umumnya.
Selama
pembentukan Negara Indonesia Serikat masih menjadi soal, maka tenaga ekonomi
tetap terpendam. Dunia belum dapat memperoleh buah yang sebaik-baiknya dari
perhubungan ekonomi dengan Indonesia, yang buminya kaya dan tenaga produktifnya
banyak.
Itulah
sebabnya, maka pembentukan Negara Indonesia Serikat yang demokratis menjadi
pasal utama dalam program pemerintah Republik.
Oleh
karena pembentukan Negara Indonesia Serikat itu harus melalui pemerintah
sementara, maka pemerintah Republik Indonesia bersedia ikut aktif dalam
pembentukan Pemerintah Sementara itu, yang meliputi seluruh Indonesia. Syarat yang
perlu kami kemukakan ialah:
- . Perwakilan bagi Republik yang adil
- . Yang duduk dalam pemerintahan sementara itu hendaklah orang-orang yang cakap dan mempunyai rasa tanggung jawab.
- . Pemerintah sementara itu berdasar kepada dasar demokrasi dan menghargai tumbuhnya demokrasi di kalangan rakyat.
- . Ada ketentuan yang nyata tentang kekuasaan pemerintah sementara itu.
Demikian!
No comments:
Post a Comment