Tujuan dan Politik Republik Indonesia - Pidato Moh. Hatta - Arsip Kita

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here
google-site-verification: google687231134d15a242.html

Tuesday, March 13, 2018

Tujuan dan Politik Republik Indonesia - Pidato Moh. Hatta


Pidato Muhammad Hatta, Dalam siaran Radio Republik Indonesia - tanggal 28 Februari 1948

cover buku kumpulan pidato Muhammad Hatta
Pendengar-pendengar yang terhormat,

Lebih dari dua setengah tahun yang lalu berakhir Perang Dunia yang Kedua, tetapi sudahkah dunia hidup dalam suasana perdamaian yang bergitu diinginkan dan diciptakan?
Jauh dari pada itu! Masih saja bangsa-bangsa hidup dalam kegelisahan, masih saja bangsa-bangsa merasa terancam hidupnya, masih saja bangsa-bangsa berjuang untuk kemerdekaannya.


Perang dunia yang baru berlalu ini menimbulkan semboyan-semboyan yang diucapkan oleh pemimpin-pemimpin besar demokrasi, yang memberi harapan untuk keselamatan dunia dimasa mendatang. Alangkah gembiranya penduduk dunia yang menderita, waktu mendengar ucapan almarhum Roosevelt bahwa dunia baru sesudah perang akan tersusun di atas empat kemerdekaan:
1.     Kemerdekaan bersuara
2.      Kemerdekaan memeluk agama
3.      Bebas daripada ketakutan
4.      Bebas daripada kesengsaraan hidup.


Kepada Lembaga Bangsa-bangsa (UNO) yang dibangunkan bahwa ia akan menjamin keempat macam kemerdekaan itu. Tetapi alngkah kecewanya rakya sedunia, melihat UNO tak sanggup mengatur perdamaian, malahan tak sanggup mencegah timbulnya peperangan di Balkan, di Asia Minor, di Tiongkok dan di Indonesia. Jauh daripada kesanggupan mengatur perdamaian, dalam lingkungan pandangan UNO sendiri terkumpul peristiwa-peristiwa yang akan menimbulkan Perang Dunia Ketiga, yang dahsyatnya dan hebatnya belum bisa kita duga. Setiap orang hanya mengira bahwa Perang Dunia Ketiga akan lebih hebat dan lebih memusnahkan daripada Perang Dunia Kedua. Setiap orang merasa ngeri memikirkannya.

Jangankan perasaan bebas dari ketakutan yang ada, malahan sebaliknya setiap bangsa dihinggapi kembali oleh rasa takut. Jangankan bangsa-bangsa yang menderita yang menderita sekian lama itu sekarang telah bebas daripada kesengsaraan hidup, malahan dua setengah tahun sesudahnya perdamaian diadakan, masih saja rakyat sedunia menderita kesengsaraan. Kurang makanan, kurang pakaian, kurang perumahan!
Kita bertanya, akan kemana dunia kita ini? Dan manakah cita-cita perikemanusiaan yang digembar-gemborkan dahulu, yang katanya akan menjadi sendi dunia baru sesudah perang dunia kedua?

Dunia baru hanya bisa aman dan damai, apabila bangsa-bangsa sedunia mempunyai goodwill akan menegakkan perdamaian, mempunyai kemauan akan mendasarkan perhubungan bangsa di atas rasa persaudaraan. Dan untuk mencapai persaudaraan bangsa perlulah ada kemerdekaan bangsa. Karena perhubungan yang kekal hanya dapat dicapai atas kemauan yang merdeka – bebas daripada paksaan – antara bangsa-bangsa yang sama merdeka. Perhubungan yang didasarkan pada paksaan tidaklah bakal kekal. Ini ajaran dari sejarah dunia, suatu ajaran yang tidak boleh di abaikan!
Pun ekonomi dunia tidak dapat diatur baik, apabila soal kemerdekaan belum diselesaikan. Selama kemerdekaan menjadi soal –apalagi dijadikan formal yuridis–  segala minat ditunjukkan kepada perjuangan dan pembelaan, segala tenaga yang bisa dijadikan produktif dikerahkan ke jurusan yang tidak produktif.

Tengoklah akibat daripada persengketaan Indonesia dan Belanda, yang sesudah dua setengah tahun belum juga selesainya. Karena persengketaan ini, maka selama itu Belanda terpaksa memlihara tentara yang besar dengan perlengkapan yang cukup, sehinggan biayanya lambat laun tidak terpikul oleh rakyat Belanda. Tekanan belanja tentara atas budgetnya sangat berat; urusan ekonomi, istimewa pembangunan jadi banyak terhalang.

Demikian juga keadaan Republik Indonesia yang dalam dua setengah tahun berdirinya initerpaksa mempertahankan kemerdekaannya dan karena itu mengerahkan berates ribu tenaga produktif rakyat ke jurusan yag tidak produktif. Bumi Indonesia, yang begitu kaya dengan bahan-bahan yang sangat diperlukan oleh dunia, jadi terhalang produksinya. Pertukaran ekonomi antara Indonesia dengan dunia luar tidak berjalan dengan semestinya. Dunia rugi karena itu, Indonesia terus menderita! Dua setengah tahun berlalu waktu yang sangat “oneconomisch”

Tengoklah akibat daripada perang yang disorongkan Belanda kepada Repulik Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947, yang dapat di stop oleh Dewan Keamanan (UNO),tetapi tidak dapat diselesaikan dengan adil dan memuaskan. Akibar daripada peperangan ini ialah memusnahkan dasar-dasar ekonomi dan bangunan-bangunan yang penting. Banyak sumber-sumber ekonomi yang dibumi hanguskan oleh rakyat Indonesia, banyak bangunan-bangunan yang rusak. Daerah-daerah yang dahulu banyak menghasilkan beras, yang sebagian besar jatuh ke bawah lingkungan yang dikuasai Belanda, sekarang kurang hasilnya karena terganggu oleh suasana perang. Pulau jawa yang dulu bisa menawarkan kelebihan berasnya kepada Indoa, sekarang menjadi daerah minus, menderita kekurangan.

Dipukul rata, aksi militer Belanda ternyata lebih banyak menimbulkan kerugian daripada keuntungan bagi pihak Belanda sendiri. Dan dengan itu,  ekonomi dunia turut mengalami kerugian. Dalam daerah-daerah Indonesia yang diduduki Belanda senantiasa ada kegelisahanrakyat, selalu ada konflik psikologi, yang mengurangkan aktivitas dan produktivitas bekerja dank arena itu membawa kemunduran perekonomian.
Republik Indonesia dari semula bersedir – malahan berkehendak – supaya persengketaan politik dengan Belanda diselesaikan dengan jalan damai. Pendirian ini setegas-tegasnya dinyatakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam manifest politiknya tanggal 1 Novemeber 1945, yang sampai sekarang ini tetap menjadi pedoman politik Republik Indonesia. Karena hanya dalam perdamaian kami dapat membangun negeri kami, juga dengan bantuan tenaga-tenaga asing . kami tak ingin memiliki harta bangsa asing yang ada dalam negeri kami, kami mau bekerja bersama-sama. Kami Cuma ingin supaya kemerdekaan kami diakui. Asal kemerdekaan itu diakui dengan jujur, bangsa Indonesia seluruhnya bersedia bekerja bersama-sama dengan Belanda.

Langkah pertama untuk mencapai penyelesaian dengan damai ialah Persetujuan Linggajati yang ditandatangani pada 15 November 1946.
Pokok-pokoknyq yang terutama ialah:
  1. .         Pemerintah Belanda mengakui Pemerintah Indonesia de facto berkuasa atas Jawa, Sumatra, dan Madura
  2. .         Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bekerja bersama-sama untuk membangunkan Negara Indonesia Serikat yag berdaulat dan demokratis
  3. .         Antara Negara Indonesia Serikat yang berdaulat dan Nederland yang berdaulat diadakan suatu uni dengan Raja Belanda sebagai perikatannya.
  4. .         Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik akan berusaha, supaya Negara Indonesia Serikat dan Uni Belanda – Indonesia sudah berdiri sebelum tanggal 1 Januari 1949.

Tetapi persetujuan Linggajati ini hanya menjadi persetujuan di atas kertas saja. Perundingan untuk menyelenggarakannya gagal karena tuntutan-tuntutan Belanda yang sebaian besar dapat dikabulkan oleh Republik tetapi suatu bagian tetapi suatu bagian tidak dapat diterima karena menghilangkan kekuasaan de facto Republik, yang telah diakui Belanda dalam persetujuan Linggajati.

Nyatalah, yang menjadi pokok dalam pertentangan ini ialah betapa menyesuaikan kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda, yang diakui dunia internasional, dengan pengakuan Belanda atas kekuasaan de facto Republik atas Jawa, Sumatra, dan Madura.

Belanda mengambil tindakan sendiri pada tanggal 21 Juli 1947, dengan mengadakan aksi militer terhadap Republik. Arbitrage yang dianjurkan oleh Republik menurut pasal 17 Perjanjian Linggajati, ditolak oleh Belanda. Maka terjadilah perang yang nyata antara Republik Indonesia dan Belanda, yang menimbulkan kerugian ekonomi dan keuangan yang tidak sedikit serta menimbulkan luka dalam hati yang sukar diobati.
Syukurlah, dengan campurnya Dewan Keamanan (UNO) dalam penyelesaian soal Indonesia – Belanda timbul harapan kembali, bahwa persengketaan itu dapat diselesaikan secara damai, sekalipun harapan bangsa Indonesia atas penyelesaian yang adil belum lagi dipenuhi.

Dengan perantara Komisi Tiga Negara maka tercapailah persetujuan renville, yang diterima oleh Republik. Dengam menerimanya itu, Republik melepaskan berbagai kedudukan strategis di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera yang bisa dijadikan pangkalan gerilya terus menerus tetapi, sesuai dengan politik Republik Indonesia sejak semulanya, kami memilih jalan damai, di mana ada jalan damai itu untuk mencapai cita-cita bangsa.

Kami menyerahkan daerah-daerah kami yang belum pernah dimasuki Belanda untuk menghindarkan pemberontak-pemberontak diantara pasukan timbal-balik, karena kami mau percaya yang jaminan-jaminan dalam persetujuan Renville akan dilakukan dengan goodwill

Dalam persetujuan Renville ada dinyatakan, bahwa nasib daerah yang didududki Belanda akan ditentukan rakyatnya sendiri dengan mengadakan plesbisdiet. Maka, karena adanya jaminan yang demokratis itu, bahwa dibawah penilikan internasional dari UNO, Republik Indonesia bersedia menerima persetujuan Renville, yang pada permulaannya banyak merugikan kepada Republik. Dalam pada itu perlu ditegaskan disini, bahwa dasar-dasar demokrasi dalam daerah pendudukan, apabila ada kemerdekaan bersuara dan orang bebas daripada ketakutan.

Dua pasal dalam program pemerintah Republik sekarang ialah:
1.      Menyelenggarakan persertujuan Renville dan berunding terus atas dasar-dasar yang  telah diperdapat.
2.      Melaksanakan terbentuknya Negara Indonesia Serikat.

Kedua-dua pasal ini tidak boleh dipandang sendiri-sendiri, melainkan berhubungan satu sama lain. Pemerintah sekarang memandang persetujuan Renville sebagai suatu persetujuan yang telah diterima, dan akan dijalankan dengan penuh goodwill untuk mencapai selekas-lekasnya pembentukan Negara Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat. Tetapi pembentukan itu harus berlaku secara adil. Bentuk yang dipaksakan tidak akan kekal, dan mungkin merusak perhubungan baik antara Indonesia dan Belanda bagi masa mendatang.

Tujuan Republik Indonesia sejak semulanya ialah mencapai kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia. Hanya Indonesia yang merdeka dan berdaulat dapat kerja sama dengan Netherland dalam menyelenggarakan keperluan bersama. Republik Indonesia menyetujui bentukan Negara Serikat bagi seluruh Indonesia karena bukan bentuk baginya yang menjadi pokok, melainkan kemerdekaan bangsa. Bentuk boleh dipilih menurut keinginan rakyat, yang dapat dinyatakan dengan suara merdeka. Pun dengan menandatangani perjanjian linggajati Republik menyetujui, bahwa bagian-bagian dari Negara Indonesia Serikat yang akan dating itu terdiri dari pada Republik, Borneo, dan Negara Indonesia Timur, dengan tidak mengurangkan hak penduduk sesuatu daerah untuk menyatakan dengan jalan demokrasi, supaya kedudukan dalam Negara Indonesia Serikat diatur dengan cara lain.  

Dalam pada itu,satu hal harus ditegaskan disini, bahwwa demokrasi harus dilakukan secara adil, dengan berdasarkan kebenaran! Bertentangan dengan dasar demokrasi, kebenaran dan keadilan ialah kalau dalam daerah Republik yang diduduki Belanda sementara, yang menurut pasal 1 persetujuan Linggajati diakui sebagai daerah Republik dan akan dikembalikan berangsur-angsur kepadanya, diadakan dengan segala tipu daya Negara-negara sendiri, yang praktis dan faktis bukan Negara sebenarnya. Segala separatisme yang dipaksakan itu menimbulkan suasana yang tidak sehat, sedangkan hasilnya untuk kemudian hari, apabila rakyat betul-betul telah melakukan hak demokrtatisnya, akan berlainan sekali daripada yang dikehendaki.

Kehendak Pemerintah Republik Indonesia, supaya Negara Indonesia Serikat yang berdaulat terbentuk dengan selekas-lekasnya, berdasar kepada bukti yang nyata. Kareena, dengan terbentuknya Negara Indonesia yang merdeka itu, hilanglah sebagian besar kegelisahan nasional, hilanglah pertentangan psikologi yang merajalela sekarangyang mematah aktivitas ekonomi. Ditinjau dari jurusan ekonomi, Indonesia adalah satu. Maka dengan bersatunya Indonesia kembali dalam Negara Indonesia Serikat yang merdeka, maka segala tenaga ekonomi dapat dipusatkan kepada pembangunan Negara, yang niscaya menguntungkan kepada ekonomi dunia pada umumnya.

Selama pembentukan Negara Indonesia Serikat masih menjadi soal, maka tenaga ekonomi tetap terpendam. Dunia belum dapat memperoleh buah yang sebaik-baiknya dari perhubungan ekonomi dengan Indonesia, yang buminya kaya dan tenaga produktifnya banyak.
Itulah sebabnya, maka pembentukan Negara Indonesia Serikat yang demokratis menjadi pasal utama dalam program pemerintah Republik.

Oleh karena pembentukan Negara Indonesia Serikat itu harus melalui pemerintah sementara, maka pemerintah Republik Indonesia bersedia ikut aktif dalam pembentukan Pemerintah Sementara itu, yang meliputi seluruh Indonesia. Syarat yang perlu kami kemukakan ialah:
  1. .        Perwakilan bagi Republik yang adil
  2. .        Yang duduk dalam pemerintahan sementara itu hendaklah orang-orang yang cakap dan         mempunyai rasa tanggung jawab.
  3. .        Pemerintah sementara itu berdasar kepada dasar demokrasi dan menghargai tumbuhnya demokrasi di kalangan rakyat.
  4. .        Ada ketentuan yang nyata tentang kekuasaan pemerintah sementara itu.

Demikian!

No comments:

Post a Comment

Artikel lainnya

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages