Berita dari Kawan Marco - Arsip Kita

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here
google-site-verification: google687231134d15a242.html

Thursday, May 17, 2018

Berita dari Kawan Marco

Buku : Minggir Waktunya Gerakan Muda Memimpin ||
Buku Eko Prasetyo

Sneevliet berani dibuang!
Apakah pemimpin gerakan kita berani dibuang ke Ambon atau Manado atau kalau perlu juga di pulau yang tidak ada orang sama sekali?
(mas marco)
Bagaimana kabarmu kawan,

Sudah terlampau lama aku tidak menyentuh tanah yang dulu pernah aku huni. Tanah ini pernah membasuh kaki dan tanganku. Disinilah tempat kami dulu berkumpul, bergerak dan membuat siasat. Lama mungkin terlampau lama. Tapi sepertinya baru kemaren aku bertengkar dengan Dr. Rinkes. Pejabat colonial yang arogan dan sok pintar. Ia selalu saja meremehkan anak muda yang berbeda gagasan. Rinkes selalu menulis dengan gaya menghakimi, menghina, dan sok akademis. Aku paham karena ia dibayar untuk melakukan tindakan seperti itu. Titelnya saja penasehat urusan pribumi: sebuah nama yang menunjukan betapa tinggi kedudukannya disbanding rakyat Hindia kebanyakan. Rakyat Hindia yang selama ini membayari semua gajinya. Tapi bagiku, seorang penjahat tetaplah penjahat: apapun title dan kedudukannya. Tak ragu aku menyerangnya melalui tulisan ketika ia meminta agar Sarekat Islam jangan memuat tulisanku tentang kemiskinan. Ku katakana pada Dr. Rinkes pada saat itu:

Marco seorang dari orang-kecil-stand (kelas, golongan) tiada pernah menginjak rumah sekolah, kurang lebar pemandangannya enz.enz (dsb, dsb)
Meskipun begitu, takdir Tuhan yang esa, marco diberi: dua mata, dua telinga, dua tangan, satu kepala, satu mulut enz, sebagaimana orang kebanyakan.
Kedua mata marco itulah tiada berbeda dengan kedua matanya seorang keluaran dari Universietet (sekolah tinggi). Jadi kalau marco pernah melihat barang berwarna putih, tentu barang itu menampak kepata orang-orang yang terpelajar putih juga. Begitu seterusnya….

Kemiskinan yang membawaku berpolemik dengan Dr. Rinkes. Ia meremehkan apa yang kuanggap sebagai persoalan serius . usia perdebatan itu sudah melewatu abad tapi aku tersentak melihat kenyataan yang ku temui. Kulihat di jalanan orang miskin berceceran dimana-mana. Kubaca koran oran miskin mati bunuh diri. Mataku meleleh membaca berita itu. Diam-diam tanganku ku kepalkan.

 Dimana engkau berada anak muda? Kenapa kalian tidak melawan dan berontak, melawan, dan bergerak? Menyaksikan kemiskinan yang pedih dan tak mampu untuk diubah! Bukan hanya kemiskinan tapi pandangan serta sikap kalian yang enggan untuk diubah. Aku, Semaoen, Soeardi, dr. Tjipto menentang kolonialisme karena percaya nasib bangsa ini tidak akan lebih baik jika dibawah kaki penjajah. Mereka akan selalu dihina, dimiskinkan, dan ditindas. Kini perjalanan waktu sudah berabad-abad: kondisi ternyata tak banyak berubah. Diantara kami semua pernah merasakan pahitnya perlawanan. Aku dibuang begitu juga dan nasib yang sama menimpakawan-kawan pergerakan waktu itu. Kelak di dalam sel yang pengap dan bau kulihat tekad bulat-bulat:

Di dalam penjara tidak enak tercerai dengan istri dan anak, berkumpul dengan maling dan perampok, tapi jangan takut, kami berjalan terus, tetapi kami merasa haus, adanya pengharapan tak putus, kalau perlu boleh sampai mampus… jalan yang aku tuju sangat panas, banyak duri, pun anginnya keras, tali-tali perlu kami tatas, palang-palang juga kami papas, supaya jalan Sama Rata dapat tercapai……..

Foto : Mas Marco Kartodikromo
Bayang-bayang tembok penjara itu masih terasa di kulitku. Siksaan pejabat colonial itu seperti baru kemarin menyentuh badanku. Dan kini kembali aku menyesali apa yang ada di hadapanku. Para pejabat colonial ternyata belum beranjak pergi. Ia kini digantikan oleh kaum sawo matang… bangsaku sendiri! Kulihat penjahat-penjahat pribumi yang rakus dan tamak. Mereka menggemukkan kekayaannya sendiri dan tak malu ketika menjumpai rakyatnya miskin dan lapar! Ingin aku melempar pukulan untuk mereka yang duduk sebagai anggota perwakilan rakyat. Apa yang sudah engkau lakukan? Apa yang sedang engkau perbuat? Siapa yang sebenarnya engkau wakili? 

Curahan pertanyaan yang ingin kuteriakkan agar mereka bangun dari tidur Panjang. Agar mereka kembali teringat kalau keadaan sosial sebenarnya tidak beranjak jauh. Keadaannya sama seperti ketika aku tinggal dan berdiam disini. Malah lebih memalukan. Rakyat miskin dan tertinggal ada dimana-mana. Kini aku bertanya padamu anak muda; kenapa kau juga ikut-ikutan diam? Tengok kembali tulisanku ketika aku hendak menyalakan tekad:

Apakah kamu kasih terus menginjak kita? Sebab kamu sudah tidak memikirkan keadilan, karena kamu memuaskan hawa nafsu buat mencari uang. Sudah barang tentu adat kita yang halus berganti menjadi kasar, dan akhirnya kita akan memaksa kepada kamu.

Nyalimu sebenarnya suda diinjak-injak anak muda. Kehormatanmu sedang ditenggelamkan ketika kekuasaan tidak lagi mengacuhkan prinsip kedaulatan. Kudengar dari kawanmu ada banyak kekayaan di negeri ini yang sekarang diambil. Terdapat banyak potensi yang kini dirampok habis. Oleh perusahaan yang kurasa adalah cicit-cicit dari VOC. Jangan kau bilang kini taka da lagi musuh Bersama. Itu dalih nista yang membuatmu malas untuk berjuang. 

Memangnya sifat rakus yang ada di dahi penguasa bukan musuh Bersama? Memangnya ketiadaan tanggung jawab bukan musuh Bersama? Memangnya watak pongah militer bukan musuh Bersama? Lalu kekayaan yang menumpuk-numpuk diperusahaan juga bukan musuh Bersama? Ingatlah engkau bukan tinggal di sebuah negeri yang tak punya masa lalu dan sejarah. Kalian berada disebuah tempat dimana perjuangan, perlawanan, dan pergolakan adalah api yang menghidupi negeri ini. Musuh Bersama kami adalah semua yang kutanyakan padamu diatas. Tugasmu bukan mencari musuh Bersama tapi melanjutkan jejak langkah perlawanan yang sudah kami jalani. Yang membuat kami harus dipenjara dan dibuang. Soewardi Soerjaningrt ketika aku diadili pernah menuliskan komentar;

Memang membela bangsa itu tidak mudah dan tidak menyenangkan, namun ini kewajiban kita. Ingatlah, yang berbahagia bukanlah mereka yang menyandang gelar dan pangkat, bagi saya, kebahagiaan yang paling besar berada dalam pikiran saya. Saudara telah mengorbankan diri dan semua hukuman sesungguhnya merupaka bintang kehormatan bagi saudara dan itulah lambang kebahagiaan saudara. Sekarang, di mata saya pangkat saudara sangat tinggi, karena sudah jelas kebahagiaan saudara terletak dalam upaya membela bangsa. Janganlah mengira bahwa taka da orang lain yang akan meneruskan pekerjaan saudara. Puluhan orang nanti akan menggantikan saudara. Puluhan orang nanti akan menggantikan pekerjaan saudara. Berani karena benar.

Soewardi sejak dulu selalu membela mereka yang ditindas. Tulisannya hidup, mengigit dan menyentak. Kami semua seiya sekatadalam menentang kolonialisme. Bagi kami hidup di alam penjajahan bukan sebuah pilihan. Masih ada pilihan lain yang masih layak untuk diperjuangkan. Kehidupan yang berdaulat, merdeka dan berada di nilai-nilai keadilan. Nyatanya memang itu tidak ada disini! Kami baru tahu jika apa yang dulu kami perjuangkan sekarang hasilnya disia-siakan.

 Aku juga baru mengerti kalau yang muda belum tentu mereka yang gigih dan berani. Kian tinggi Pendidikan tidak membuat nyalimu bertambah. Pendidikan tinggimu hanya menyetorkan kesedihan dan duka. Kau tulis sesuatu yang dulu kami kutuk Bersama: kemiskinan yang hanya diukurlewat jumlah dan definisi; pergerakan yang hanya bisa diteliti dan dianalisis; korupsi yang disiarkan dan dikecam. Semuanya hanya hidup dalam angan-angan serta bayangan! Kalian waktunya bukan hidup dari buku ke buku: sentuhlah, hiduplah dan berjuanglah Bersama mereka.

Dulu aku tinggal di tanah ini dengan keyakinan. Suatu saat kami percaya ada yang menggantikan peran kami. Tapi haruskah keyakinan itu aku tiup sendiri. Aku musnahkan sendiri. Sewaktu kujejakkan kakiku di tanah ini kulihat gambar besar orang tua yang hendak mencalonkan diri jadi penguasa. Gambarnya semua sama, pakaian, kopyah lalu senyumnya mengembang. Satu yang tidak dapat dibohoni dari gambar itu: mereka bukan orang muda. Mereka adalah orang tua yang sepatutnya tak lagi tinggal di tahta kekuasaan.

 Apa yang mau diperbuat manusia tua ini? Umur telah membuatnya kehilangan nyali. Ia dididik dalam iklim kekuasaan yang lebih busuk ketimbang masa colonial. Ia besar oleh masa gelap orde baru. Aku takt ahu seperti apa waktu itu, tapi yang terang, Soeharto kini ada Bersama kami. Ia tinggal di wilayah dimana semua tindakannya harus dipertanggungjawabkannya sendiri. Tak usah kuceritakan apa yang ada disana. Kini tugasmu yang muda untuk merobohkan apa yang masih menjadi sisa-sisa kekuasaa colonial. Mental penindas, keinginan untuk berkuasa terus dan tak mau peduli dengan kesusahan rakyat kecil. pukul mereka dengan gagasan. Lucuti perngaruh mereka dengan keterlibatanmudalam gerakan. Dan hancurkan mereka lwat pembangkangan dan perlawanan. Itu baru Namanya anak muda. Inilah tindakan terhormat yang akan membuat kami yang sudah mangkat bangga.

Sudahilah anak muda gaya berpolitik orang tua: yang lamban, mewah dan bohong. Jangan kau mengikuti perangai musuh mereka, karena itu cerminan mental colonial yang kami lawan Bersama. Tapi, jika kau masih mempertahankan bahkan tak malu untuk bersikap seperti itu, memang tampaknya kamu bukan pelanjut dari gerakan kami. Dan andai engkau juga memelopori sikap oportunis dan enggan membangkang kekuasaan jahat ini memang kamu bukan pelanjut dari jejak kami. Kamu hanyalah pewaris dari kuasa busuk colonial.

Kamu seperti pasukan marsose yang mengintip tiap ada pergerakan; melaporkan kepada yang berwenang tiap ada pembangkangan dan mendapatkan upah besar dari tindakan pengecut itu. Kamu mirip Dr. Rinkes yang sok mewakili perasaan rakyat padahal bertindak curang dan culas di belakang punggung mereka dan gilanya kamu menerima gaji besar untuk pekerjaan pengkhianat itu. Aku tidak akan malu jika menyebutmu sebagai anak dari pasukan kompeni. Anak yang selalu merasa bangga jika bertindak dan berkhianat pada rakyat. Selamat tinggal anak muda, aku beruntung dulu tidak bertemu dengan muka-muka sepertimu! Aku bangga karena hidup dimasa pergerakan yang dipadati oleh anak muda bernyali, terhormat dan tak mau berkhianat pada rakyat!

Salamku,


Mas Marco 

----------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------
Tulisan diatas merupakan anekdot atau bisa disebut juga esai karya Eko Prasetyo
Tulisan diambil dalam buku pada halaman 140-142
Judul Buku : Minggir - Waktunya Gerakan Muda Memimpin !
Penulis : Eko Prasetyo
Penerbit : Resist Book, Yogyakarta
Tebal : VI + 265 halaman
Cetakan Pertama : Mei 2008

No comments:

Post a Comment

Artikel lainnya

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages