Buku : HMI Mengayuh Diantara Cita dan Kritik // Editor : Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul |
Oleh: Lafran
Pane
Bukanlah hendak mengupas
dalam-dalam akan keadaa dan kemungkinan-kemungkinan kebudayaan Islam ini, tapi
hanya sekadar menganalisis dan menunjukkan akan kenyataan-kenyataan tentang
kedudukan kebudayaan islam di Indonesia ini dan kenyataan-kenyataan yang dihadapinya
sekarang dan kemudian hari. Mudah-mudahan dapatlah ini menjadi sumbangan
bahan-bahan tinjauan dalam Kongres Muslimin Indonesia.
Manusia mempunyai bermacam-macam sifat asasi, antara lain sifat tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, maka ia harus pula dapat menyelaraskan diri dengan masyarakatnya, atau mencoba mengubah masyarakatnya sesuai dengan kehendaknya. Seorang manusia tidaklah dapat hidup sendiri. Kalau orang hendak mencontoh, tidaklah akan mencontoh apa yang dianggapnya jelek dan tidak pula mencontoh kebiasaan-kebiasaan atau hal-hal yang dianggapnya lebih rendah daripadanya. Karena tindasan dan pendidikan Belanda, umumnya bangsa kita merasa lebih rendah (minderwaardig) dari bangsa itu dan bangsa barat lainnya.
Manusia mempunyai bermacam-macam sifat asasi, antara lain sifat tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, maka ia harus pula dapat menyelaraskan diri dengan masyarakatnya, atau mencoba mengubah masyarakatnya sesuai dengan kehendaknya. Seorang manusia tidaklah dapat hidup sendiri. Kalau orang hendak mencontoh, tidaklah akan mencontoh apa yang dianggapnya jelek dan tidak pula mencontoh kebiasaan-kebiasaan atau hal-hal yang dianggapnya lebih rendah daripadanya. Karena tindasan dan pendidikan Belanda, umumnya bangsa kita merasa lebih rendah (minderwaardig) dari bangsa itu dan bangsa barat lainnya.
Biarpun kita sudah merdeka,
sudah mempunyai Negara nasional, peninggalan akibat dari penindasan dan
pendidikan Belanda itu tidaklah akan hilang lenyap begitu saja, terutama
orang-orang yang melulu mengecap pelajaran dan pendidikan di sekolah Belanda.
Dan itu mungkin baru hilang dengan pendidikan yang teratur dan keinsafan, bahwa
Belanda itu tidak lebih tinggi derajatnya dari bangsa kita. Jadi tidaklah
dengan mulut saja, atau ditulis diatas kertas.
Kalau kita menyelidiki
agama Islam sedalam-dalamnya, dapatlah kita mengatakan, bahwa kalau agama ini
dianut dan dipraktikkan oleh rakyat kita disegala lapangan hidup dengan
sebaik-baiknya, maka tak mungkin Belanda menjajah dan mengeksploitasi kita
sebegitu lama. Karena Belanda mengerti pula hal ini, maka tentulah ia
menetapkan sikapnya dan melakukan tindakan dengan cara yang teratur dari yang
halus sampai yang kasar.
Tak perlu ditunjukkan dalam karangan ini, bagaimana tindakan-tindakan dan usaha-usaha Belanda itu, tapi dapatlah kita melihat dalam masyarakat kita sekarang ini akan akibat-akibatnya. Banyak orang, terutama kaum terpelajar, biarpun menganut agama Islam, mali mengakui terus terang bahwa ia beragama Islam dan ada pula yang mengatakan, bahwa agama ini tak sesuai lagi dengaan zaman, pendeknya mereka menganggap rendah agama ini.
Tak perlu ditunjukkan dalam karangan ini, bagaimana tindakan-tindakan dan usaha-usaha Belanda itu, tapi dapatlah kita melihat dalam masyarakat kita sekarang ini akan akibat-akibatnya. Banyak orang, terutama kaum terpelajar, biarpun menganut agama Islam, mali mengakui terus terang bahwa ia beragama Islam dan ada pula yang mengatakan, bahwa agama ini tak sesuai lagi dengaan zaman, pendeknya mereka menganggap rendah agama ini.
Dan karena orang-orang
Belanda dan bangsa barat lainnya, dianggap mereka lebih tinggi derajatnya,
menganut agama Kristen, dan juga berkat organisasi keuangannya sangat kuat,
maka golongan bangsa kita ini, biarpun tidak menganut agama tersebut, toh
menganggap derajatnya lebih tinggi daripada derajat agamanya sendiri. Lain
sekali pandangan mereka terhadap orang yang pergi ke masjid dan yang ke gereja,
begiru pula terhadap orang yang memegang Al Quran di tangan dan yang memegang
Bibel. Kalau kita meninjau masyarakat Islam di negeri ini, di samping bagian
yang terbesar, yaitu yang mengamalkan agama Islam itu sebagai kewajiban yang
diadatkan, umpamanya upacara kawin, mati, dan selamatan, kita melihat tiga
golongan lagi:
1. Golongan
alim ulama dan pengikut-pengikutnya
yang mengenal dan mempraktikkan agama Islam sesuai dengan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw. Seperti tersebut di dalam hadist-hadist dan riwayat.
Golongan ini tidak hanya mencontoh Nabi Muhammad sebagai Rasul, tetpi juga
sifat dan kebiasaannya, yang tidak bisa lepas dari masyarakat Arab, yang
mempunyai sifat-sifat dan adat yang khusus yang berlainan dengan
masyarakat Indonesia. Pendeknya, karena mereka mengaanngap bahwaa bangsa Arab
tinggi derajatnya, sampai sekarang masih banyak orang yang hidup seperti orang
Arab. Dan kalau hendak mendengar lagu hanya lagu gambus dan qasidalah yang
mereka anggap tidak haram.
Sesudah masuknya pengaruh kebudayaan Arab, hidup alim ulama ini
sangat tertutup, hingga perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perhubungan
umpamanya dengan kebudayaan lain sangat sedikit sekali, maka
perubahan-perubahan dalam cara hidup dan alam pikiran mereka, hamper taka da.
Sampai-sampai masih ada orang yang beralam pikiran dan berjiwa seperti orang
yang hidup pada masyarakat beberapa abad yang lalu. Dan golongan ini umumnya
berpendapat supaya agama Islam itu dipraktikan persis seperti yang dilakukan di
negeri Arab 13 abad yang lalu, dengan tidak memperhatikan factor-faktor tempat
dan waktu.
2. Golongan alim ulama dan
pengikutnya, yang terpengaruh mystek yang menyebabkan mereka
ini menganggap bahwa hidup ini adalah untuk akhirat belaka. Mereka tidak begitu
memikirkan lagi kehidupan di dunia ini, apalagi untuk memperhatikan pengaruh
perubahan dalam masyarakat Indonesia dan dunia sekarang ini. Mereka ini
berpendirian, bahwa kemiskinan dan penderitaan adalah salah satu jalan untuk
bersatu dengan Tuhan.
3. Golongan kecil yang
mencoba menyesuaikan diri dengan kemauan zaman selaras dengan wujud dan hakikat
agama Islam. Mereka berusaha, supaya agama itu benar-benar dapat dipraktikkan
dalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Kalau orang yang belum mempelajari
agama Islam dalam-dalam tentulah menganggap bahwa Islam itu, adalah seperti
yang dianut dan dijalankan 2 golongan tadi. Dan tentu berpendapat bahwa agama
Islam itu tak dapat mengikuti dunia modern ini.
Agama islam bukan ganya
mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, tapi juga hubungan antara manusia
dan manusia lain, satu masyarakat dengan lain, dari yang paling kecil, yaitu
masyarakatkeluarga, sampai ke masyarakat yang besar, seperti masyarakat Negara.
Juga ia berisi peraturan-peraturan dan tuntunan-tuntunan untuk segala lapangan
hidup. Maka dapatlah disebut bahwa agama Islam itu berupa satu kebudayaan
yang sempurna yang tidak muncul dari hasil pergaulan dalam masyarakat dan bukan
hasil ciptaan manusia pada satu waktu, tapi adalah kebutuhan yang diturunkan
Tuhan, langsung kepada masyarakat Arab dan juga berlaku untuk seluruh dunia.
Dan menurut keterangan
quranpun, agama Islam dapat memenuhi keperluan-keperluan manusia pada segala
waktu dan tempat, artinya dapat melaraskan diri dengan keadaan dan keperluan
masyarakat mana pun juga. Adanya bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda
masyarakatnya, yang tergantung pada factor-faktor alam, kebiasaan, dan lain
lain, maka kebudayaan Islam hendaknyalah dapat dilaraskan dengan masyarakat
masing-masing. Dan dalam masyarakat masing-masing saling mempengaruhi.
Manusia memengaruhi manusia lain, masyarakat dipengaruhi manusia dan sebaliknya. Begitu pula hasil kebudayaan (culture product) yang satu memengaruhi yang lain dan selanjutnya memengaruhi masyarakat dan manusianya. Stelsel perekonomian akan memngaruhi stelsel hukumnya, teknik memengaruhi cara produksi dan ini memengaruhi pula lapangan lain.
Dan begitulah adanya perubahan-perubahan ini dalam masyarakat terus-menerus yang pula memengaruhi alam pikiran manusia. Kalau ada orang atau golongan yang tak mau tahu adanya perubahan-perubahan ini maka orang yang begitu dapatlah disebut orang kolot. Dan begitu pula kalau satu ajaran (leer) tak mau memerhatikan ini dan masih menjalankan peraturan-peraturan dan tuntutan-tuntutan yang tak sesuai dengan keadaan maka dapatlah dinamakan pula ajaran yang kolot.
Adat istiadat yang berlaku sekarang, belum tentu orang turuti beberapa tahun yang akan dating dan begitu pula peraturan-peraturan yang diancam dengan hukuman (sanctie) sekarang, sebentar lagi mungkin tak terpakai lagi, karena keperluan dan keadaan sudah berubah. Dan demikian juga terhadap mana yang baik dan mana yang tidak tergantung pula pada tempat da waktu.
Manusia memengaruhi manusia lain, masyarakat dipengaruhi manusia dan sebaliknya. Begitu pula hasil kebudayaan (culture product) yang satu memengaruhi yang lain dan selanjutnya memengaruhi masyarakat dan manusianya. Stelsel perekonomian akan memngaruhi stelsel hukumnya, teknik memengaruhi cara produksi dan ini memengaruhi pula lapangan lain.
Dan begitulah adanya perubahan-perubahan ini dalam masyarakat terus-menerus yang pula memengaruhi alam pikiran manusia. Kalau ada orang atau golongan yang tak mau tahu adanya perubahan-perubahan ini maka orang yang begitu dapatlah disebut orang kolot. Dan begitu pula kalau satu ajaran (leer) tak mau memerhatikan ini dan masih menjalankan peraturan-peraturan dan tuntutan-tuntutan yang tak sesuai dengan keadaan maka dapatlah dinamakan pula ajaran yang kolot.
Adat istiadat yang berlaku sekarang, belum tentu orang turuti beberapa tahun yang akan dating dan begitu pula peraturan-peraturan yang diancam dengan hukuman (sanctie) sekarang, sebentar lagi mungkin tak terpakai lagi, karena keperluan dan keadaan sudah berubah. Dan demikian juga terhadap mana yang baik dan mana yang tidak tergantung pula pada tempat da waktu.
Kalau kita memerhatikan
golongan kesatu dan kedua yang tersebut di atas tadi, maka kelihatannya
seakan-akan agama Islam itu sudah kolot, tak dapat selaras dengan keadaan dan
kebutuhan masyarakat lagi. Tapi menurut Quran dan penyelidikan, bukan agama ini
yang kolot, tapi penganut-penganutnyalah yang kolot atau belum benar-benar
mengerti aka nisi dari agama ini, atau belum bisa mempraktikkannya.
Karena Republik Indonesia Serikat yang akan kita jelang nanti adalah satu Negara demokrasi, maka perkembangan aliran-aliran kebudayaan nanti akan mendapat keleluasaan, karena kemerdekaan berpikir, bersidang, dan mengeluarkan pendapat akan dijamin oleh Negara (Pemerintah).
Karena Republik Indonesia Serikat yang akan kita jelang nanti adalah satu Negara demokrasi, maka perkembangan aliran-aliran kebudayaan nanti akan mendapat keleluasaan, karena kemerdekaan berpikir, bersidang, dan mengeluarkan pendapat akan dijamin oleh Negara (Pemerintah).
Biasanya dalam satu
masyarakat dimana ada bermacam-macam aliran kebudayaan, maka munculalah
perjuangan (struggle) antara yang satu dan yang lain, yang satu
memengaruhi yang lain dan masing-masing berlomba mencari penganut. Aliran
kebudayaan yang lemah, tentu akan dikalahkan yang kuat atau yang lemah diisap
yang kuat.
Dan pada umumnya manusia lebih senang memihak yang kuat dan menang hingga yang menang mendapat lebih banyak penganut. Dan aliran yang kalah mungkin akan hilang lenyap dari muka bumi. Demikianlah kebudayaan Islam akan menghadapi beberapa aliran kebudayaan dalam masyarakat yang harus ditandinginya, kalau hendak hidup dengan sewajarnya dan sempurna, di antarany yang terbesar:
Dan pada umumnya manusia lebih senang memihak yang kuat dan menang hingga yang menang mendapat lebih banyak penganut. Dan aliran yang kalah mungkin akan hilang lenyap dari muka bumi. Demikianlah kebudayaan Islam akan menghadapi beberapa aliran kebudayaan dalam masyarakat yang harus ditandinginya, kalau hendak hidup dengan sewajarnya dan sempurna, di antarany yang terbesar:
1. Aliran Kebudayaan Barat yang diwakili oleh Amerika, Belanda dan lain-lain
2. Komunisme dan Sosialisme
3. Agama Kristen, yaitu Katolik dan Protestan
4. Aliran Kebudayaan Kebangsaan yang cenderung kepada sosialisme
(Marxisme) dan dikembangi sedikit oleh kebatinan dan kesusilaan (Hindi-Jawa)
Aliran kesatu, kedua, dan
ketiga sangat kuat organisasinya dan juga mempunyai tenaga materi yang kuat
seperti keuangan, alat-alat, dan lain-lain, sedangkan organisasi dan keuangan
serta alat-alat kita sangat lemah sekali, karena umumnya umat Islam di Negara-negara
Islam yang kita harapkan bantuannya, ada yang baru saja merdeka dan yang masih
setengah jajahan. Sedang orang-orang yang dijajah umumnya miskin.
Tak perlu saya kupas disni aliran-aliran ini, pendek kata, kalau kebudayaan Islam tidak kuat untuk bertanding, derajat Islam akan lebih rendah lagi dianggap orang dengan sendirinya derajat umatnyapun akan lebih merosot lagi, walaupun kita masih mendabik dada. Bahwa umat kita adalah umat yang besar. Marilah mencari usaha-usaha dan cara-cara supaya kita dapat menghadapi aliran-aliran ini dan mudah-mudahan Allah Subhanahu Wata’ala membantu dan melindungi kita. Amin!
Tak perlu saya kupas disni aliran-aliran ini, pendek kata, kalau kebudayaan Islam tidak kuat untuk bertanding, derajat Islam akan lebih rendah lagi dianggap orang dengan sendirinya derajat umatnyapun akan lebih merosot lagi, walaupun kita masih mendabik dada. Bahwa umat kita adalah umat yang besar. Marilah mencari usaha-usaha dan cara-cara supaya kita dapat menghadapi aliran-aliran ini dan mudah-mudahan Allah Subhanahu Wata’ala membantu dan melindungi kita. Amin!
Yogyakarta, 12 November 1949
-------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------
Lafran Pane adalah Tokoh
Cendekiawan Muslim yang lebih dikenal sebagai Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI)
Sumber: Pedoman Lengkap Kongres Muslimin Indonesia, di
Yogyakarta, Tanggal 20-21 Desember
1949 . Oleh Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia Bagian
Penerangan
Diambil dari Buku : HMI Mengayuh Diantara Cita dan Kritik
No comments:
Post a Comment