Kita
mungkin bersepakat jika manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, yang artinya
manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya untuk bertahan hidup.
Manusia merupakan makhluk yang lemah yang tidak mempunyai senjata alamiah
seperti tanduk atau kulit yang keras untuk mempertahankan diri dari
predatornya. Namun manusia memiliki akal yang membuat mereka saling
berinteraksi dan saling bekerja sama untuk bertahan hidup dan juga untuk
melangsungkan kehidupan. Akal tersebut itu juga yang membuat manusia bisa
bekerja sama dan menghasilkan nilai – nilai dan juga norma - norma.
Semakin
lama kehidupan berlangsung kerjasama antar umat manusia mengalami perubahan –
perubahan karna jumlah manusia sendiri semakin banyak dan pasti kesulitan untuk
saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya untuk mencapai kemufakatan. Karna
jika dulu mungkin hanya satu manusia dengan manusia lain, satu kelompok dengan
kelompok lain hari ini kelompok tersebut sudah berisi ratusan bahkan ribuan
umat manusia. Karna kebutuhan mempertahankan kelompok muncullah suku – suku
yang jika terlalu besar muncullah kerajaan dan karna sebuah permasalahan
politik hari ini muncullah yang namanya Negara kesatuan.
Pada
dasarnya pembentukan sebuah institusi masyarakat apapun bentuknya adalah untuk
saling bekerjasama untuk mempertahankan hidup dan memajukan kehidupan mereka
sendiri. Karna itu dalam sebuah institusi perlu ada yang dipercaya untuk
mengatur, menata, dan menyelesaikan masalah dalam masyarakat yang orang
tersebut juga dipilih dari kelompok tersebut. Hal ini yang nantinya akan
menjadi struktur masyatakat.
Dalam
masyarakat Negara sturktur masyarakat yang mengurusi Negara disebut dengan
pemerintah yang biasanya menggunakan system trias politika yang berasal dari
Montesque. Yang membagi kekuasaan Negara menjadi tiga yaitu eksekutif,
yudikatif dan legislative. Pembatasan dilakukan untuk mengurangi kemungkinan
pemimpin bertindak otoriter dalam menjalankan fungsi Negara. Karna teori yang berasal dari perancis ini
belajar dari banyaknya kesewenang wenangan raja di Eropa yang pada umumnya
mempunyai kekuasaan penuh terhadap masyarakatnya. Dalam kerajaan seperti itu
kekuasaan dipertontonkan sebagai milik raja sendiri bukan milik masyarakat di dalamnya
walaupun masyarakat yang melakukan kerja – kerja untuk mengembangkan kerajaan.
Pada akhirnya kerajaan hancur oleh rakyatnya sendiri jika raja hanya
mementingkan kesejahteraan raja itu sendiri. Tahta untuk rakyat adalah slogan
yang popular pada masa revolusi perancis dengan Liberté, égalité, fraternité (bahasa
Perancis untuk "Kebebasan, keadilan, persaudaraan") yang menjadi
penyemangat rakyat dalam mengambil tahta raja.
Hari
ini konsep Negara menjadi sebuah konsep paling ideal untuk mensejahterakan rakyat
dengan demokrasi yang selalu dibangga banggakan. Sebuah system politik yang
menggunakan prinsip dari rakyat untuk rakyat yang jika kita bisa pahami berari
kekuasaan adalah sepenuhnya milik rakyat. Dengan system pemilihan umum langsung
untuk memilih pemimpin Negara maupun DPR sebagai lembaga yang membuat kebijakan
dan mempunyai tugas untuk mengawasi kebijakan pemimpin Negara. Dengan ini kita
bisa melihat bahwa peran Negara adalah pelaksana kedaulatan rakyat Hampir setiap Negara di dunia menggunakan system
demokrasi termasuk yang menggunakan adalah Indonesia Negara kita tercinta yang
menggunakan system demokrasi perwakilan.
Demokrasi
perwakilan berarti setiap kebijakan di percayakan kepada segelintir orang yang
dilembagakan yang bernama dewan perwakilan rakyat untuk menyusun undang -
undang dan presiden untuk memimpin Negara. Namun walaupun begitu struktur
kekuasaan yang beku akhirnya seolah rakyat terpisah dari pemerintah seperti
rakyat ada di bawah dan pemerintah berada diatasnya. Negara yang pernah mengalami
masa penjajahan yang panjang ini sebenarnya sudah membuat system sedemikian
rupa untuk membatasi kekuasaaan pemerintahnya. Misalnya dengan membatasi masa
kepemimpinan presiden hanya dua periode dan terdapat lembaga legislative yang
mengawasi kerja pemimpin Negara juga ada lembaga yudikatif yang menerima
pengaduan masyarakat jika kebijakan pemerintah dianggap menyengsarakan rakyat.
Masyarakat
yang tidak paham politik menganggap dirinya bukan bagian dari pemerintahan. Dan
akhirnya masyarakat tersebut hanya menjadi objek dalam Negara yang harus
dimobilisasi untuk meraih pundi – pundi suara. Padahal sebenarnya setiap
masyarat dalam Negara mempunyai kewajiban dalam berpolitik seminimal-
minimalnya adalah memilih pemimpin lewat pemilu. Belum lagi akses yang tidak
bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat yang membuat pemerintahan dengan
rakyat semakin jauh dengan hanya orang – orang tertentu saja yang bisa
berkontestasi dalam arena perpolitikan dalam berebut kuasa. Jika kita memakai
teori Frans Magnis Susesno tentang demokrasi sebenarnya setiap orang berhak
akan akses dalam berpolitik. Ia mengungkapkan ciri demokrasi adalah demikian (1)
pejabat yang dipilih; (2) hak untuk menjadi calon suatu jabatan; (3) pemilihan
yang bebas dan fair; (4) kebebasan untuk mengungkapkan diri secara lisan dan
tulisan; (6) adanya informasi alternatif; (7) kebebasan berorganisasi. Namun
tetap saja di Indonesia hanya segelintir orang saja yang bisa menuju kursi
kepemimpinan tersebut yaitu adalah orang – orang yang memiliki keuangan
berlebih.
Padalah
kita tahu posisi pemerintahan adalah posisi sentral dalam menentukan arah masa
depan dari masyarakat itu sendiri. Pemerintah sebagai penguasa Negara bisa
dengan mudah menentukan harga – harga konsumsi masyarakat, mengubah sejarah masyarakat,
menentukan perihal pendidikan yang harus dicapai di masyarakat, bahkan dalam
pemerintah dapat mengubah baik dan buruk di masyarakat sampai menentukan siapa
musuh dari masyarakat. Hal tersebut yang disebut oleh Antonio Gramsci dengan
dominasi penguasa. Namun bagaimanapun pemerintah tetap membutuhkan rakyat untuk
menjalankan sebuah Negara juga untuk melanggengkan kekuasaannya di sebuah
Negara. Coba bayangkan dalam pemilu tidak ada satu orang pun yang memilih,
siapakah yang berhak memimpin Negara tersebut? Atau jika jumlah pemilih kurang
dari lima puluh persen saja pemerintah sudah kehilangan muka di masyarakatnya.
Sebuah
pemerintahan dalam negara memang perlu ada, dalam suatu komunitas besar pasti
akan timbul perpecahan jika tidak ada segelintir orang yang memegang
kepemimpinan. Seperti yang disampaikan Nurcholis Madjid bahwa lebih baik berada
dalam pemerintahan yang dzolim disbanding tidak ada pemerintah sama sekali
(Anarki). Kita perlu belajar dari golongan muslim saat Negara Indonesia masih
berada dalam penjajahan yang tetap mengakui pemerintahan belanda walaupun
menolak untuk bekerjasama dan menolak berdagang dengan orang Belanda dan lebih
memilih menghidupi komunitas -
komunitasnya sendiri
Untuk menghindari kesewenang –
wenangan pemerintahan dominasi kuasa diatas haruslah dikurangi. Dan hal
tersebut harus di mulai dari masyarakat sendiri bukan dari elite politik.
Setiap masyarakat mempunyai kekuatan jika bekerja sama maka dari itu masyarakat
perlu berkoloni, berkomunitas untuk menghidupi anggota dalam komunitasnya dan
dengan komunitas tersebut masyarakat bisa berpartisipasi aktif ke dalam Negara
walaupun tidak menjadi bagian dalam elit politik. Hari ini partai politik yang
diharap bisa menjadi lembaga seperti itu sudah tidak bisa diharapkan lagi.
Partai politik hanya ibarat mesin yang digunakan untuk mencapai kekuasaan
politik. Maka dari itu masyatakat perlu membuat basis – basis tersendiri dengan
kesatuan pemikiran terhadap kemajuan Negara. Di dalam basis ini nanti
masyarakat bisa bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan dan mandiri secara
ekonomi. Dalam basis ini pula masyarakat dapat menyampaikan gagasannya dan
menjadi nilai tawar dengan pemerintah dan bukan hanya menjadi objek dari
pemerintahan.
Kita harus mengingat bahwa
berpolitik atau kebebasan berpendapat bukanlah pemberian pemerintah kepada
rakyat namun adalah hak atas setiap rakyat. Jika masyarakat memiliki basis masa
yang kuat maka masyarakat bisa memiliki kekuasaan atas basisnya dan tidak
tergantung pada pemerintah sekalipun kecil lingkupnya. Komunitas yang kuat
adalah komunitas yang di dalamnya terdapat segala elemen baik itu intelektual,
ekonom, para pemangku spiritual dan lainnya. Sejatinya bekerjasama harus
dilakukan bukan hanya dalam lingkup Negara tapi juga dalam lingkup kecil
komunitas
No comments:
Post a Comment